Kenangan Dies Unila Ke-50

Yusuf Efendi - dr. Aditya M., Biomet. - Bapak Jeffry Sapulausa - Prof. Sugeng P. Harianto, M.S.

Kenangan Ke Erupsi Gunung Kelud

Pelatihan Tanggap Darurat, OXFAM 19 Maret 2014

Kenangan Pembukaan DDS 2015

Petrus Herwanto - Samsuri - Umar Hasan - Prof. Sugeng P. Harianto, M.S. - Yusuf Efendi - Arenda Reza R. - Anita

Kenangan Pembukaan Diklat Angkatan XXIV UKM KSR PMI Unit Unila

Iskandar Zulkarnaen, S.P. - Deddy Amrullah, S.E., S.H. - Prof. Sugeng P. Harianto, M.S. - Muhammad Basir - Yusuf Efendi

Kenangan Musda Fokuswanda

Musyawarah Daerah Fokuswanda Komisariat Lampung

Senin, 30 Mei 2016

Menjadi Relawan Adalah Pengabdian Terindah

Bencana di Indonesia terdiri dari bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial. Bencana sosial merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat. Contoh bencana sosial yaitu “Konflik Balinuraga” yang terjadi di Propinsi Lampung, Kabupaten Lampung Selatan.

Konflik Balinuraga merupakan peristiwa yang miris. Akibat konflik tersebut sebagian penduduk Balinuraga mengungsi di SPN Kemiling, Bandarlampung dikarenakan bentrok masih terjadi di desa tersebut. Semua Organisasi yang berkaitan dengan sosial dan kemanusiaan membantu korban Balinuraga di SPN Kemiling seperti BPBD Propinsi Lampung, SAR Lampung, PMI Propinsi Lampung, PMI Kota Bandarlampung, KSR PMI Unit Unila dan lainnya.

Melalui koordinasi dengan PMI Kota Bandarlampung, KSR PMI Unit Unila dimintakan untuk mengirimkan timnya dalam membantu korban konflik Balinuraga di SPN Kemiling. Saya sebagai relawan KSR PMI Unit Unila ikut datang kesana dan yang saya rasakan betapa mencekamnya suasana di sana. Saya segera bergabung dan berkoordinasi dengan teman-teman PMI yang lain untuk segera melakukan tindakan. Setelah berkoordinasi dengan seluruh anggota PMI, semua anggota menjalankan tugas masing-masing.

Saya bergabung dengan rekan-rekan PMI di bagian Dapur Umum, sedangkan teman saya ada yang di bagian RFL, Assesment, dan Posko Penerimaan Bantuan. Di sinilah aku merasakan betapa mulianya bisa membantu sesama yang membutuhkan.

Sebagai relawan yang sedang bertugas di sana, saya dan rekan-rekan tidak menyianyiakan waktu. Semua bahan makanan yang ada di Dapur Umum siap untuk dimasak semua, mulai dari menanak nasi, masak sayur, masak lauk-pauk. Saat itu, hanya ada 3 dapur umum diantaranya adalah DU PMI, DU Dinsos, DU TNI. Bukan sedikit yang kami masak, namun untuk sekitar 1600 orang korban bencana dengan 3 DU tersebut. Kami dari PMI membantu sekitar 500-600 korban bencana, dan lainnya dari DU Dinsos dan DU TNI.

Setiap harinya, pagi, siang, dan malam kami selalu menyiapkan konsumsi untuk sekitar 500-600 korban konflik. Dapur Umum bukan termasuk bagian mudah, karena kita harus bisa tepat waktu untuk menyiapkan konsumsi tersebut. Tidur malam, bangun pagi setiap hari menjadi hal biasa yang kami rasakan. Kurang lebih 1 minggu kami membantu korban konflik di bagian dapur umum.

Pertama kali di dapur umum, saya hanya berfikir “seperti ini ya rasanya memasak untuk sekitar 500-600 korban konflik, nah apa kata untuk ribuan bahkan ratusan ribu korban”. Ternyata menjadi seorang relawan memang tidak semudah yang dilihat saat bertugas. Semua keluh kesah hanya dirasakan masing-masing relawan. Perasaan “Bangga” ini lah yang membuat semua relawan dapat bersemangat menjalankan tugasnya masing-masing.

Baru pertama inilah saya memasak untuk sekitar 500-600 korban bencana, mungkin bukan hal pertama untuk anggota PMI yang lain. Hal pertama yang menjadi kenangan saat berada di dapur umum posko bencana adalah semangat teman-teman yang harus tepat waktu menyelesaikan konsumsi sebanyak itu.


Jiwa kemanusiaan akan terus mengalir dalam setiap sel darah yang ada di dalam tubuh. Rasa kemanusiaan akan terus bangkit untuk membantu sesama tidak akan pernah pudar oleh waktu. Usia yang akan terus bertambah tidak akan menghilangkan semangat jiwa kemanusiaan. “Pengabdian tanpa batas untuk kemanusiaan” itulah slogan KSR PMI Unit Unila yang akan selalu saya laksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

Sumber foto : antaranews.com
Share:

Kami Bangga Jadi Relawan

Sering kali aku mendengar cerita bahkan melihat secara nyata bahwa saudara kita tiap hari ada yang membutuhkan darah. Kekurangan darah adalah salah satu faktor utama meninggalnya seseorang. Hanya ada dalam bisikku, apakah suatu hari aku mengalami hal yang sama. 

Sebagai seorang relawan yang tergabung dalam KSR PMI Unit Unila, jiwa kemanusiaanku semakin bergejolak.  Aku memang manusia yang tidak bisa memberikan apa pun kepada sesama teman atau pun saudara. Namun, aku selalu ingat pesan Rektor Unila, bahwa uang kita tidak akan punya setiap saat, namun darah yang ada di dalam tubuh, ini yang kita punya. Setetes darah nyawa bagi mereka, ini yang menjadi patokan. 

Donor darah awalnya membuatku takut, karena isu-isu yang negatif seperti nanti kita terkena HIV lho, nanti kita terkena penyakit juga lho. Aku beranikan diri untuk melakukuan donor darah secara sukarela. Semua isu negative itu, tenyata tidak benar. Melalui donor darah sukarela inilah, kita akan semakin sehat dengan pergantian sel darah kurang lebih selama tiga bulan secara mandiri. 

Aku membulatkan tekad untuk donor darah sukarela secara rutin tiap tiga bulan sekali. Bahkan, aku pun mendaftarkan diri untuk menjadi pendonor siaga. Tiga tahun sudah aku kuliah di Universitas Lampung. Suatu malam, ada yang menghubungi telp. KSR PMI Unit Unila dan ternyata beliau membutuhkan darah golongan darah B+ 10 kantong. Aku langsung terpanggil untuk mendonorkan darah saat itu. Aku siap untuk donor. 

Setibanya di UTD PMI Propinsi Lampung, aku bertemu dengan keluarga pasien. Keluarga pasien termasuk orang belum mampu. Melihatnya kebutuhan darah 10 kantong hanya untuk diambil trombositnya, aku menawarkan diri untuk donor trombopheresis. Apabila aku melakukan donor tersebut, maka keluarga pasien tidak bisa mengambil kantong darah tersebut dikarenakan menggunakan BPJS. Akhirnya, aku mendonorkan darah secara sukarela untuk diambil 1 kantong darah biasa. Setelah donor, keluarga pasien ingin memberikan ku sesuatu, namun ku menolaknya. Hal seperti ini, mungkin lumrah untuk semua. Mendapatkan motivasi dari sahabatku, “Bayangkan ketika kamu yang butuh darah, berapa banyak uang yang akan kamu keluarkan”, ini salah satu hal yang membuat diriku menolak ketika akan diberi imbalan. Selama mendapatkan pendidikan di UKM KSR PMI Unit Unila, kita diingatkan bahwa kita menjadi relawan tanpa pamrih dan membantu orang secara ikhlas. Allah yang akan membalas perbuatan kita. 

Sejak kecil, orang tua selalu memberikan nasehat agar tidak menerima imbalan ketika membantu seseorang. Pesan kedua orang tua ku, terbawa sampai aku menginjak pendidikan tinggi. Ikhlas adalah perbuatan mulia. Sesuai prinsip yang pertama “Kemanusiaan” merupakan bentuk loyalitas kita membantu sesama tanpa menghiraukan imbalan apa pun. 

Melihat keluarga pasien masih membutuhkan sembilan kantong darah, setelah melakukan donor aku mencoba menghubungi teman satu angkatan di jurusan yang memang sebagian besar mempunyai golongan darah B+. Ada enam teman yang aku ajak ke UTDC PMI Propinsi Lampung. Alhamdulillah, semua berhasil melakukan donor darah secara sukarela. Perasaan senang dalam batinku, bisa membantu sesama. 

Kebutuhan darah keluarga pasien tersebut terkumpul Sembilan kantong darah, karena ada dua orang dari keluarga yang ikut donor darah secara sukarela. Perasaan cemas masih terlihat pada diri kelurga pasien karena membutuhkan satu kantong darah. Mukjijat atau apa pun itu, ada seseorang yang akan mendonorkan darah, dan aku bertanya padanya, ternyata golongan darahnya B+. Aku memintanya agar donornya ditujukan kepada kelurga pasien. 

Semua kantong darah terkumpul sepuluh kantong, dan malamnya dilakukan operasi. Alhamdulillah pasien sudah membaik, dan kami pun senang mendengar kabar tersebut.

Sumber foto : Pribadi
Share:

Jumat, 27 Mei 2016

PMI & NETCJ mengajak kamu menunjukkan bahwa Kita Peduli.

Peringati hari Palang Merah Sedunia ke-153, PMI & NETCJ mengajak kamu menunjukkan bahwa KitaPeduli.



Sumber :  18 Mei
Share: